Ibarat makan buah siamalakama, Bulog sekarang ini sedang dalam posisi sulit. Disatu sisi dia berkewajiban memenuhi permintaan pemerintah untuk memberi beras 3,5 juta ton pada tahun ini, namun disisi lain lembaga ini dihadapkan pada kenyataan lonjakan harga beras local yang cukup tinggi. Anomali iklim yang membuat cuaca menjadi cenderung basah telah berdampak pada penurunan produksi beras di sejumlah sentral produksi beras. Akibatnya harga melonjak tinggi, sementara kualitas beras cenderung kurang begitu baik.
Ini repotnya bagi Bulog. Pemerintah memberi kewajiban membeli beras petani namun pemerintah tidak mau menggung selisih harga bila harga Bulog lebih mahal dibandingkan ketika menjual. Akibatnya harga beras melonjak naik sperti sekarang ini Bulog cenderung lebih hati-hati dan membatasi pembelian beras. Memang pemerintah juga memberi kebebasan pada Bulog untuk membeli beras kualitas apapun, namun kebijakan ini juga membawa resiko kerugian pada Bulog. Namun ini juga bukan jalan yang menguntungkan Bulog karena ternyata mencari beras kualitas’dibawah standar’ juga tidak mudah. Apalagi beras kualitas ini juga tetap berpotensi membawa kerugian.
Dalam kondisi dilematis seperti ini maka langkah impor beras menjadi alternative paling aman dan menguntungkan bagi pemerintah. Harga beras internasional yang cenderung lebih murah tentu akan sangat menguntungkan bila melakukan impor. Dengan dalih untuk mengamankan cadangan beras nasional langkah impor beras akan membuat Bulog bebas dari resiko rugi dan pemerintah tidak perlu menanggung kerugian itu. Tapi langkah ini akan membuat pemerintah tidak sungguh-sungguh dalam menjaga produksi beras dan membela kepentingan petani. Pemerintah cenderung mencari gampang untuk melindungi konsumen dengan mengabaikan kepentingan petani.
Dilema sulit yang dihadapi Bulog sekarang ini menjadi penegasan masih lemahnya komitmen pemerintah dalam mengelola masalah perberasan nasional. Artinya, peran Bulog sebagai Lembaga Penyangga Stok Beras Nasional tidak bisa diperankan optimal karena pemerintah justru lepas tangan ketika Bulog harus berhadapan dengan resiko kerugian.
Bagaimana mau menyelamatkan harga beras petani dan nasib jutaan petani kalau pemerintah tidak mau rugi? Seharusnya pemerintah justru menjadi ‘bemper’ yang akan melindungi Bulog ketika menghadapi resiko dalam mewujudkan perannya. Artinya, lembaga ini dibebaskan dari semua resiko ketika harus menyelamatkan petani dan konsumen beras.
Ketika berharap pemerintah lebih serius dalam mengelola masalah perberasan nasional Kelembagaan Bulog perlu dipertimbangkan lagi agar bisa berperan optimal. Impor memang tidak salah namun bukan piliha terbaik ketika potensi produksi beras local masih bisa ditingkatkan. Melindungi konsumen beras memang tidak salah asalkan tidak mengorbankan kepentingan petani. Lalu apalagi? Silakan jawab sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar